Senin, 20 Juni 2011

Kebun Singkong Terpadu

Proyek pengembangan kebun ubi kayu secara terpadu ini merupakan antisipasi semakin meningkatnya kebutuhan ubi kayu baik di dalam negeri dan di luar negeri, sejalan dengan perkembangan penduduk dan berkembangnya teknologi pengolahan yang dapat memodifikasi tepung ubi kayu sebagai bahan baku berbagai industri (industri pangan, industri pakan ternak, industri bioetanol, industri farmasi, industri tekstil, industri kertas dan lain-lain).  Pada proyek ini kebun ubi kayu dikelola secara terpadu dengan pola tanam tumpangsari dan ubi kayu yang dihasilkan dimanfaatkan untuk mendukung industri bioetanol, produksi pakan ternak untuk mendukung penggemukan sapi dan sebagai bahan baku industri lainnya (cluster agroindustri terpadu). Secara  ringkas cluster agroindustri terpadu tersebut dapat dijelaskan melalui gambar di bawah ini.
Pengelolaan cluster agroindustri secara terpadu akan membentuk sinergi yang saling menguntungkan diantara unit-unit bisnis pendukungnya dan sistem produksinya menjadi lebih efisien (zero waste).  Limbah atau hasil ikutan yang semula tidak bernilai ekonomi dikelola secara khusus menjadi input bagi unit bisnis lainnya dan menghasilkan produk yang bernilai ekonomi dan ramah terhadap lingkungan (environmently).  Setiap unit bisnis dikelola secara mandiri, walaupun terjadi subsidi silang diantara unit bisnis tersebut namun akuntabilitasnya jelas dan layak berdasarkan analsis ekonominya.

Sabtu, 10 April 2010

Potensi Negara Agraris itu masih ada?


Membahas potensi negara Agraris (berbasis pertanian) tidak lain adalah lahan atau tanah dan iklimnya. Namun apakah yang dimaksud dengan potensi itu wujudnya seperti foto di sebelah? Memang bukan seperti itu mestinya tetapi itulah yang masih tersisa. Ya memang potensi itu berupa lahan terlantar (marginal) dan lahan tidur (idle) masih banyak ditemukan di P. Jawa, apalagi di luar P. Jawa tersedia ribuan hektar lahan bekas HPH terlantar. Lahan kritis, lahan terbengkelai akibat peladangan berpindah-pindah, bekas HPH yang tidak ditanami kembali, hutan yang gundul akibat illegal logging, dan laha-lahan tidur sangat luas jumlahnya (> 13 juta hektar). Lalu bagaimana? Menyesal? Marah? Menghujat oknum atau demo ke Pemerintah yang memberi ijin? atau mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat? Memang semua itu akan menyelesaikan atau mampu mengembalikannya? Ya tentu tidak akan kembali lagi, tetapi bukan berarti tidak mungkin untuk diperbaiki. Lalu bagaimana? Lha inilah tantangannya (ujiannya)! Koq begitu? Terus mau yang mana lagi, setidaknya itu masih lebih baik dibandingkan dengan gurun pasir. Mungkin ini sarana kita untuk belajar menjadi cerdik dan bijaksana serta peduli terhadap lingkungan. Sesungguhnya inilah peluang kita untuk ikut berperan serta (semoga bernilai ibadah) selagi kita masih ada waktu. Kita optimis, masih banyak diantara kita yang peduli dengan perbaikan lingkungan (apapun motivasinya yang penting bukti bukan janji atau slogan saja).

Indonesia sebagai negara agraris yang terletak di daerah katulistiwa dengan iklim tropis, sepanjang tahun memperoleh sinar matahari yang cukup dan mempunyai dua musim (penghujan dan kemarau) yang sangat menguntungkan untuk pertumbuhan dan pengembangan berbagai jenis tanaman yang bermanfaat sebagai bahan baku berbagai kebutuhan hidup manusia.

Sabtu, 03 April 2010

Ayo Tanam !


“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar-Rum: 41). Begitu juga yang terjadi dengan hutan di Indonesia , laju kerusakannya mencapai 1,8 juta hektar per tahun (tahun 2000 – 2005). Record inilah yang mengantarkan Indonesia sebagai negara penghancur hutan tercepat di dunia (Guiness World Records). Luas hutan Indonesia mencapai 120 juta hektar, 70 juta hektar di antaranya sudah rusak atau dalam kondisi sangat kritis, kritis, dan berpotensi kritis. Sedangkan pemerintah baru mampu merehabilitasi 4,75 juta hektar hutan sejak tahun 2003 hingga 2007. Akibatnya hampir seluruh wilayah Indonesia rawan bencana alam (85% bencana tersebut merupakan bencana banjir dan tanah longsor yang diakibatkan kerusakan hutan). Sebagaimana yang sering kita saksikan pada beberapa tahun terakhir ini dan sampai sekarang bencana banjir dan tanah longsor tersebut masih terus berlangsung. Sudah cukup banyak korban harta dan jiwa saudara-saudara kita. Tidak waktunya lagi untuk berdebat atau banyak pertimbangan! TANAM! Tidak perlu menunggu realisasi program-program dunia dalam penyelamatan hutan-hutan yang berkaitan dengan issue Global Warming, seperti Protokol Kyoto, Clean Development Mechanism (CDM), atau Reducing Emissions from Deforestation and Degradation (REDD), dan Carbon Trading, dll. Mengapa? Karena implentasi program-program tersebut tidaklah mudah, harus memenuhi persyaratan tertentu yang cukup ketat (dokumentasi, sertifikasi, validasi, dll) dan pasti membutuhkan biaya-biaya untuk mengurusnya.

Apabila kita MENANAM dengan memilih jenis tanaman yang mempunyai nilai yang tinggi dan DIPELIHARA dengan baik PASTI akan bermanfaat secara Ekonomi, Ekologi dan Sosial . Apalagi jika menanam tersebut sebagai bagian dari bentuk beribadah (arti luas) atau beramal sholeh sebagaimana ajaran Rosulullah dalam sebuah Hadits: “Tidaklah dari seorang muslim menumbuhkan tumbuhan atau menanam tanaman kemudian bagian dari tumbuhan/tanaman itu dimakan burung, manusia atau binatang, kecuali padanya terdapat shadaqah” (H. R. Muslim). Ternyata MENANAM ini merupakan kegiatan yang sangat penting untuk dilakukan sesuai dengan sabda Rosulullah: “Apabila esok kiamat terjadi, sementara ditanganmu ada bibit kurma, maka jika kamu mampu menanamnya sebelum kiamat terjadi, tanamlah!” (H. R. Ahmad).